Apa relevansi dekrit presiden 1959 bagi bangsa indonesia kedepannya??
PPKn
13mars
Pertanyaan
Apa relevansi dekrit presiden 1959 bagi bangsa indonesia kedepannya??
1 Jawaban
-
1. Jawaban rizkyaldiani492
Suasana bernegara yang semula sudah cukup tenang, kembali meruncing ketika pihak lain mengancam jika Pancasila tidak diterima sebagai dasar negara maka saudara-saudara kita di Indonesia bagian Timur akan memisahkan diri dari Republik Indonesia. Bung Karno sebagai Presiden Konstitusional yang seharusnya berdiri di atas semua golongan tanpa memihak kepada sesuatu kelompok, pada tanggal 27 Januari 1953, dalam suatu pidato di Amuntai, Kalimantan Timur memprogandakan Pancasila sebagai ideologi yang mempersatukan dengan terang-terangan menentang kemungkinan Islam dijadikan sebagai dasar negara. Silang pendapat pun terjadi. Masyumi sendiri, seperti tercermin dari dua tokoh utamanya waktu itu, Natsir dan Soekiman, mencoba menahan diri. Mereka menganggap bahwa pidato Bung Karno tersebut hanya sekedar pencerminan ketidaktahuan banyak orang terhadap ideologi Islam. Menurutnya penamaan negara Nasional atau negara Islam hanyalah menambah kekusutan pikiran.
Pidato inilah salah satu hal yang memicu terjadinya kontroversi situasi yang mendahului pelantikan para anggota Majelis Konstituante oleh Presiden Sukarno pada tanggal 10 November 1956. Keberadaan Konstituante diatur oleh UUDS tahun 1950, yakni pada bab V pasal 134 (1 ayat), 135 (3 ayat), 136 (1 ayat), 137(3 ayat), 138(2 ayat) dan 139(4 ayat ) .
Akhirnya di konstituante itulah mengkristal dua pendapat Islam sebagai dasar negara, Nasionalis Islami murni Islam semuanya, Nasionalis pendukung Pancasila, terdiri dari Kristen, Katolik, Murba, Komunis, dan lain - lain. Konstituante harus menemukan jalan penyesuaian yang sebaik-baiknya dari masalah tersebut. Tetapi jalan ke arah penyelesaian yang lebih cerdas dan dewasa terhalang oleh kenyataan bahwa Konstituante telah tidak mungkin lagi melanjutkan sidang-sidangnya. Kalangan tertentu, memboikot terlaksananya kelanjutan persidangan konstituante. Belakangan dimunculkan bahwa konstituante telah gagal melaksanakan tugasnya. dalam kesimpulan study nya mengenai konstituante, Adnan Buyung Nasution menulis :
“Pada akhir studi saya ini, saya ingin menekankan bahwa tidak terdapat bukti-bukti yang mendukung tuduhan bahwa konstituante gagal menyusun rancangan Undang-undang Dasar karena pertentangan tersebut, yang sangat menonjol dalam perdebatan mengenai dasar negara. Kenyataan menunjukkan bahwa Konstituante tidak diberi kesempatan untuk menyelesaikan proses pertimbangan dan pembahasan mengenai soal ini. Sebelum perdebatan mencapai titik yang memungkinkan terungkapnya sikap terakhir dari fraksi-fraksi yang bertentangan, maka penilaian terhadap hasil perdebatan ideologis ini harus dianggap terlalu dini, ..“ .
Seperti sama-sama kita maklumi pula, tidak ada satupun dari kedua kelompok besar yang berhasil menggolkan konsepnya, karena tidak ada satupun diantara keduanya yang berhasil memenuhi syarat yang telah mereka tetapkan bersama, yakni meraih persetujuan dua pertiga dari suara yang hadir dalam majlis. Majlis ini menemui jalan buntu pada bulan Juni 1959, disebabkan karena mayoritas para anggotanya terutama mereka dari fraksi-fraksi bukan Islam menolak untuk menghadiri lagi sidang di Bandung. Menghadapi situasi krisis konstitusional ini, Presiden Sukarno turun tangan dengan sebuah Dekrit Presiden yang disetujui oleh kabinet pada tanggal 3 Juli 1959.
Dekrit itu dirumuskan di Istana Bogor pada 4 Juli 1959, dan diumumkan secara resmi oleh Presiden Sukarno pada hari Ahad 5 Juli 1959 jam 17.00 di depan Istana Merdeka, Jakarta. Apapun penilaian orang terhadap Konstituante, pada kenyataannya Presiden Sukarno membubarkan Konstituante melalui sebuah Dekrit Presiden tertanggal 5 Juli 1959, yang bunyi lengkapnya sebagai berikut:
Dengan Rakhmat Tuhan Yang Maha Esa
KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI
ANGKATAN PERANG
Dengan ini menyatakan dengan hikmat
Bahwa anjuran presiden dan pemerintah untuk kembali pada Undang-Undang Dasar 1945, yang disampaikan kepada segenap rakyat Indonesia dengan amanat Presiden pada tanggal 22 April 1959, tidak memperoleh keputusan dari konstituante sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Sementara.
Bahwa berhubung dengan pernyataan sebagian terbesar anggota-anggota sidang pembuat Undang-undang Dasar untuk tidak menghadiri lagi sidang, konstituante tidak mungkin lagi menyelesaikan tugas yang dipercayakan oleh rakyat kepadanya.
Bahwa hal yang demikian menimbulkan keadaan ketatanegaraan yang membahayakan persatuan dan keselamatan negara, nusa dan bangsa, serta merintangi pembangunan semesta untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur.
Bahwa dengan dukungan terbesar rakyat Indonesia dan didorong oleh keyakinan kami sendiri, kami terpaksa menempuh satu-satunya jalan untuk menyelamatkan negara proklamasi.
Bahwa kami berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut.
Semoga Membantu