cerpen menolong teman kesusahan...?tugas agama islam
B. Arab
ari1070
Pertanyaan
cerpen menolong teman kesusahan...?tugas agama islam
1 Jawaban
-
1. Jawaban DheaAndanda35
Cerpen mu
Komunitas Penulis Cerpen Indonesia, Kumpulan Cerpen Karya Anak Bangsa
Home 100 Cerpen Terbaru Cerpen Pilihan Cerpen of The Month Top Authors Film Cerpenmu Kirim Cerpen Kontak Kami
Menolong Secara Ikhlas
Cerpen Karangan: Elika Dwi Wijaya
Kategori: Cerpen Anak
Lolos moderasi pada: 21 April 2016
Jam telah menunjukkan pukul 12 WIB siang. Arin, Deva, dan Sundari telah memasukkan buku pelajarannya. Siang itu pelajaran ipa dari bu Anggi telah usai. Setelah semua murid siap dan telah memasukkan buku-bukunya, bu Anggi memerintahkan ketua kelas untuk mempersiapkan teman-teman sekelasnya untuk pulang. Tepat pukul 12.05 WIB keadaan di luar ruangan sangatlah panas. Arin, Deva, dan Sundari berniat untuk pulang ke rumahnya masing-masing. Di tengah perjalanan yang sangat terik mereka berbincang-bincang.
“Wah, panas sekali yah Dev, lihat keringatku sampai banjir,” ucap Arin sambil mengusap dahinya.
“Iyah nih Rin, panas banget,” jawab Deva sambil mengeluarkan tisu dari tasnya.
“Bagaimana jika kita mampir dulu ke warung es Bu Dartik, aku haus banget nih teman-teman,” sahut Sundari. Tanpa pikir panjang lagi mereka bertiga setuju dan langsung saja mampir ke warung es Bu Dartik yang kebetulan antar warung Bu Dartik dan ketiga rumah anak tersebut searah.
Di tengah perjalanan Deva yang berjalan paling kanan dari bahu jalan menoleh ke tengah jalan dan berkata pada teman temannya. “Eh teman-teman, lihat apa itu kayaknya dompet,” sambil menunjuk dompet itu berada. Arin dan Sundari juga kelihatan kaget melihat keberadaan dompet yang berada di tengah jalan.
“Eh ayo kita ambil Dev,” ajak Arin kepada Deva.
“Aku gak berani Rin, kamu aja yang ambil nanti ada uangnya banyak aku gak berani mengambilnya,” tolak Deva dengan rasa takut.
“Ya udah jika kamu takut, biar saya saja yang mengambilnya,” sahut Arin.
Arin mengambil dompet itu dari tengah jalan dengan perasaan berdebar-debar, lalu mereka bertiga membuka dompet tersebut siapa tahu di dalamnya ada identitas pemiliknya. Setelah dibuka ternyata isi dari dompet tersebut ialah beberapa lembar uang ratusan ribu dan beberapa kartu seperti KTP dan SIM serta STNK. Mereka bertiga tambah deg-deg-an karena belum pernah mereka memegang uang sebanyak itu. Sundari yang berpostur lebih tinggi dari mereka berdua berkata, “Coba kita lihat saja nama dan alamat pemilik dompet ini di KTP-nya teman-teman,” perintah Sundari.
Arin yang memegang dompet tersebut langsung saja mengambil kartu identitas dan membaca alamat serta nama pemiliknya. Di kartu nama tertulis atas nama Abdul Halim dengan alamat Jalan Sentosa, Desa Kalideres Kecamatan Pringsewu. Sontak mereka kaget bukan main, karena mereka tahu siapa yang mempunyai dompet tersebut apalagi setelah melihat foto yang terpampang di kartu identitas pojok kanan bawah.
“Ini kan Pak Halim Dev,” teriak Arin kepada Deva.
“Iya, ini Pak Halim jadi ini dompetnya Pak Halim?” sahut Deva dengan gugup.
Pak Halim adalah guru kelas di sekolah Arin, Deva, dan Sundari. Beliau mengajar kelas 5. Meskipun mereka belum pernah diajar oleh Pak Halim tapi mereka sangat senang dengan Pak Halim karena beliau murah senyum dan kelihatannya sabar. “Ayo teman-teman kita segera kembalikan dompet ini kepada Pak Halim, kasihan Pak Halim pasti bingung,” ajak Sundari kepada kedua temannya.
Tanpa berpikir panjang mereka bertiga menuju rumah Pak Halim yang kebetulan Arin sudah tahu rumah beliau karena suatu ketika Arin pernah melihat Pak Halim menyiram bunga di rumahnya. Setelah sampai di rumah Pak Halim mereka bertiga langsung mengetuk pintu dan mengucapkan salam. “Assalamualaikum,” teriak mereka bertiga serempak. Setelah berkali-kali mengucapkan salam dan belum ada tanda-tanda dibukakan pintu maka mereka sempat putus asa.
“Kayaknya beliau gak ada nih, gimana dong,” bisik Sundari sedikit kecewa.
“Kita tunggu beberapa menit lagi, jika 5 sampai 10 menit belum dibukakan pintu kita pulang saja dan ke sini besoknya,” saran Arin. Setelah mereka memberi salam dan menunggu beberapa menit tiba-tiba ada seorang laki-laki yang membukakan pintu. Dia Pak Halim seorang laki-laki yang berkumis tebal dan kepala botak.
“Eh, iya siapa ya, maaf lama dibukakan pintu sebab Bapak tadi ada di belakang,” jelas Pak Halim dengan memandangi ketiga anak tersebut dengan heran.
“Oh iya Pak, tidak apa-apa dan perkenalkan nama saya Arin dan ini kedua teman saya bernama Deva dan Sundari,” jelas Arin sambil memperkenalkan kedua orang temannya.
“Oh gitu, silahkan masuk Nak,” Pak Halim mempersilahkan masuk ketiga anak tersebut.
“Sebentar ya saya ke belakang dulu Bapak buatkan minuman buat kalian,” izin Pak Halim kepada mereka bertiga.